Senin, 07 April 2008

Perpustakaan Pendidik

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN PENDIDIK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DAERAH[1]

Oleh : Mustikasari
[2]


Abstrak :

Makalah ini membicarakan tentang perlunya pengembangan perpustakaan pendidik. Perpustakaan pendidik dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru, terutama bagi guru di daerah. Berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya melalui program-program pelatihan (penataran) atau dengan memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Upaya-upaya tersebut mengalami beberapa kendala. Pada kenyataannya tidak semua guru mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan –pelatihan (penataran), dan kesempatan bagi guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pun mengalami hambatan-hambatan, terlebih lagi dengan akan dilaksanakannya sertifikasi guru yang menuntut sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang berpredikat profesional, maka guru dituntut untuk meningkatkan wawasannya tentang kependidikan dan pengajaran serta memperdalam pengetahuan di bidang keilmuwan masing-masing. Bagi guru yang tinggal di ibukota propinsi, hal tersebut tidak menjadi kendala karena dapat dengan mudah mengakses pengetahuan dari berbagi sumber yang cukup memadai. Tetapi, bagi guru yang berada jauh dari ibukota propinsi ataupun kabupaten, hal ini menjadi permasalahan yang besar. Oleh karena itu, salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme adalah belajar sendiri lewat buku-buku di perpustakaan pendidik.


Kata kunci : Perpustakaan pendidik, profesionalisme guru



Pendahuluan
Dalam Undang-undang SISDIKNAS tahun 2003 disebutkan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara

Berdasarkan pengertian diatas jelas sekali pentingnya peranan pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Namun dalam kenyataannya pendidikan kita mengalami kemerosotan. Kejadian ini sudah terasakan selama bertahun-tahun dan kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994, kurikukum 2004 (KBK) dan sekarang disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Nasanius (1998) dalam Ani M.Hasan mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa.
Profesionalisme guru saat ini belum memadai terutama dalam bidang keilmuannya. Mengkaji kemampuan guru, data secara nasional menunjukkan kemampuan guru belum optimal. Berdasarkan laporan Sekretaris BNSP menunjukkan bahwa secara nasional jumlah guru SD yang tidak layak mengajar mencapai 609.217 orang atau 49,3% dari tenaga pendidik yang ada di Indonesia. Kemudian dari hasil tes guru-guru SMP dan SMA dengan soal setara Ebtanas, rata-rata guru MIPA memperoleh nilai 6,5 dengan tingkat distribusi sebagian besar memperoleh nilai di bawah rata-rata( Indra Jati dalam Rusman Effendi, 2001). Maka wajar bila hasil studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat melaporkan bahwa siswa SLTP Indonesia menempati peringkat 32 untuk Ilmu Alam dan 34 untuk Matematika, dari 38 negara yang disurvey. Suatu kondisi yang sama, hasil uji kompetensi guru matematika SMA wilayah Sumatera Selatan, nilai rata-ratanya 44,97; guru matematika SMP nilai rata-ratanya 48,43; guru SD untuk matematika rata-ratanya 34,00. semuanya perlu ditingkatkan kompetensinya. (Rusman Effendi,2006).
Selain itu dalam satu sekolah terdapat beragam tingkat kependidikan. ada guru yang berijazah diploma dan sarjana, bahkan ada yang S2, mengajar di SMA.Tentunya guru yang lulus diploma tidak akan sama dengan yang lulus S1 dan S2. Berdasarkan hasil uji kompetensi yang dilakukan oleh LPMP Sumsel, menemukan bahwa antara guru matematika SMA yang berpendidikan D3 ke bawah dan S1 ternyata terdapat perbedaan yang sangat signifikan.(Rustam Effendi,2006).
Latar belakang pendidikan juga beragam, ada yang dari IKIP, universitas nonpendidikan, perguruan tinggi negeri, dan pendidikan tinggi swasta. Latar belakang pendidikan secara tidak langsung akan mempengaruhi guru dalam mengajar.
Berbagai upaya telah dan akan dilakukan oleh pemerintah, diantaranya memberikan program-program pelatihan bagi guru, meningkatkan kreatifitas guru melalui lomba-lomba, dan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada guru untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau dengan cara memberikan motivasi dalam bentuk sertifikasi guru profesional yang rencananya akan dilakukan pemerintah pada tahun 2007 nanti.
Upaya-upaya di atas mengalami beberapa kendala. Pada kenyataannya di lapangan tidak semua guru mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan-pelatihan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) jarak yang jauh atau lokasi sekolah yang sulit dijangkau sehingga surat pemberitahuan untuk mengikuti pelatihan tersebut terlambat sampai di sekolah ( sudah lewat dari jadwal pelaksanaannya); (2)terkadang hanya satu guru yang sering diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan padahal banyak guru lain yang belum atau jarang mengikuti pelatihan sehingga terkenal ada istilah guru spesialisasi penataran; (3) terkadang pihak sekolah kurang memberikan kesempatan kepada gurunya untuk mengikuti pelatihan karena khawatir dapat mengganggu proses belajar mengajar; (4)kurangnya kuantitas kegiatan penataran atau pelatihan yang dilakukan oleh Depdiknas Kabupaten; (5)Kurangnya informasi mengenai kegiatan-kegiatan pelatihan (penataran) tersebut; (6)jarak antara satu sekolah dengan sekolah yang lain terlalu jauh atau sulit dijangkau sehingga tidak mudah jika ingin melakukan kegiatan MGMP(KKG).
Kemudian kesempatan bagi guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi terkadang harus mengalami beberapa hambatan, diantaranya; (1) kesulitan untuk mendapatkan perizinan dari pihak sekolah karena dianggap akan merugikan siswa, sehingga terpaksa guru tersebut tertunda atau bahkan tidak bisa melanjutkan studinya; (2)jarak yang jauh antara lokasi sekolah dan tempat kuliah sehingga menghambat keinginan guru untuk melanjutkan studi lebih lanjut; (3) Biaya kuliah yang dianggap terlalu mahal padahal mereka juga harus memikirkan untuk membiayai kehidupan keluarga mereka. Walaupun pemerintah memberikan kemudahan dengan memberikan beasiswa ataupun dana bantuan pendidikan bagi guru yang melanjutkan pendidikan ke S1 dan S2 tetapi tidak mencukupi dari jumlah guru yang ada.
Kendala lainnya adalah berkenaan dengan akan dilaksanakannya sertifikasi guru yang menuntut sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang berpredikat profesional, maka guru harus berlomba-lomba meningkatkan wawasan mereka tentang kependidikan dan pengajaran serta menambah(memperdalam) pengetahuan di bidang keilmuan masing-masing. Bagi guru yang tinggal di ibukota provinsi hal ini tidak menjadi kendala karena dapat dengan mudah mengakses pengetahuan dari berbagai sumber yang cukup memadai, seperti dari toko-toko buku, perpustakaan wilayah, bahkan dari internet. Lalu bagaimana dengan guru yang berada jauh dari ibukota provinsi ataupun kabupaten, jangankan internet, koran pun tidak ada. Padahal tentu saja mereka menginginkan dapat menimbah ilmu pengetahuan yang sama dalam upaya untuk meningkatkan keprofesionalan mereka.
Dalam kerangka permasalahan diatas, maka salah satu solusinya adalah dengan belajar di perpustakaan. Made Pidarta (2000), mengatakan:
untuk sekolah memang diperlukan perpustakaan khusus untuk pendidik, sebab materi yang dipelajari guru-guru untuk meningkatkan profesinya berbeda dengan yang dipelajari para siswa. Kedalaman materi yang dipelajari guru tidak sama dengan kedalaman materi yang dipelajari para siswa. Oleh karena itu perlu membangun perpustakaan pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki perpustakaan seperti itu. Perpustakaan ini disiapkan untuk pendidik yang tidak sempat studi lebih lanjut. Dia bisa belajar sendiri lewat buku-buku diperpustakaan ini untuk meningkatkan profesinya.

Tentu saja bagi sekolah yang sudah memiliki perpustakaan khusus pendidik dapat memberdayakan perpustakaan tersebut dengan menambah koleksi buku-buku yang dimilikinya. Tetapi bagi sekolah yang belum memiliki perpustakaan khusus pendidik dapat memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan mengadakan koleksi buku-buku pendidikan dan pengajaran yang dibutuhkan oleh guru.
Berdasarkan hasil uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Sudahkah perpustakaan pendidik dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru daerah ?. Hal ini dipertanyakan karena pada kenyataan dilapangan masih minimnya sekolah-sekolah yang memiliki perpustakaan dengan koleksi-koleksi buku-buku kependidikan dan pengajaran. Bagus Mustakim (2005), mengatakan sebagai berikut:

kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kondisi perpustakaan di sekolah sangat memprihatinkan. Sebagian besar koleksi buku hanyalah buku-buku paket mata pelajaran, buku-buku pendidikan terbitan terbaru dengan wacana baru sangat terbatas ( untuk tidak mengatakan tidak ada).

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan ini adalah : untuk mengetahui sudahkah perpustakaan pendidik dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru di daerah. Jika belum maka perlu dilakukan kerjasama antara sekolah, pemerintah daerah melalui Depdiknas Kabupaten, dan pihak-pihak yang terkait (penerbit buku) maupun pihak-pihak swasta yang peduli pada pendidikan untuk bersama-sama mengembangkan perpustakaan pendidik. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru-guru di daerah dalam rangka meningkatkan keprofesionalan mereka sebagai pendidik.

Profesionalisme Guru
Menurut Undang-undang Guru dan Dosen Bab I, Pasal 1, Profesional adalah Pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru dituntut untuk profesional. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi dalam Ani, M.hasan,2005)
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi guru itu, meliputi kompetensi pedagogik,kompetensi kepribadian,kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi para guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dari pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian adalah karakteristik pribadi yang harus dimiliki oleh guru sebagai individu yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan mereka membimbing peserta didik dalam menguasai materi yang diajarkan.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua / wali, peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Masalah yang mendasar saat ini adalah tingkat penguasaan kompetensi guru(kompetensi pedagogik dan profesional) belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan, karena banyak kendala-kendala yang terjadi, khususnya yang dialami oleh guru di daerah. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengembangkan perpustakaan pendidik. Melalui perpustakaan ini diharapkan guru di daerah dapat meningkatkan profesinalismenya.
Dalam kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru, perpustakaan pendidik perlu dikembangkan dengan alasan :
1. Tidak semua guru mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengikuti pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang dilakukan oleh Dinas Diknas Kabupaten maupun Dinas Diknas Provinsi.
2. Tidak semua guru memiliki keberuntungan berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Harga buku yang terlalu mahal sehingga guru harus berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk membeli buku.
4. Dengan membaca buku-buku kependidikan dan pengajaran dapat menambah wawasan kependidikan dan pengajaran serta dapat memperdalam bidang keilmuan guru tersebut.
5. Dapat memberikan kemudahan untuk memperoleh literatur-literatur yang dibutuhkan.
6. Dapat memanfaatkan waktu luang yang ada dengan mengisinya melalui kegiatan membaca.

Perpustakaan Pendidik
A. Pengertian Perpustakaan Pendidik
Perpustakaan adalah tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dsb. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2005)
Sejalan dengan pendapat di atas, Drajat (2006), mengatakan perpustakaan sebagai lembaga yang mengelola, menghimpun, mengatur media baik cetak maupun non cetak, merupakan sumber informasi, media pendidikan, media rekreasi dan media riset bagi masyarakat.
Sedangkan pengertian pendidik menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 sebagai berikut :
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Jadi dapat disimpulkan perpustakaan pendidik adalah tempat menyimpan, menghimpun koleksi buku, bahan cetakan, serta rekaman lain yang digunakan oleh tenaga kependidikan (guru, dll) sebagai sumber informasi, media pendidikan, media rekreasi dan media riset (penelitian).
Perpustakaan pendidik yang dimaksudkan oleh penulis adalah suatu ruangan khusus yang didalamnya tersedia koleksi buku-buku kependidikan dan pengajaran serta bidang keilmuan, bahan cetakan ataupun rekaman lain yang disediakan untuk guru. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka perpustakaan pendidik dapat juga berada dalam satu ruangan dengan perpustakaan sekolah.

B. Fungsi dan Tujuan Perpustakaan Pendidik
Merujuk pendapat Drajat dalam pikiran rakyat (2006), maka perpustakaan pendidik memiliki fungsi-fungsi , diantaranya adalah :
Merupakan sumber segala informasi.
Merupakan fasilitas pendidikan nonformal, khususnya bagi guru yang tidak sempat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Karena keragaman bahan bacaan yang disimpannya, perpustakaan sekaligus memberikan hiburan bagi pembacanya.
Merupakan penunjang yang penting artinya bagi suatu riset ilmiah, sebagai bahan acuan atau referensi.
Dengan keempat fungsi perpustakaan itu, kehadiran perpustakaan pendidik dapat diarahkan kepada banyak tujuan, di antaranya adalah :
1. Memasyarakatkan atau membudayakan minat baca para guru, yang sejauh ini dinilai masih sangat rendah.
Mendorong dan mendidik segenap para guru dalam rangka pendidikan sepanjang hayat, atau menyadarkan para guru bahwa belajar merupakan kegiatan mendasar yang secara kontinyu mesti dilakukan sepanjang hidup.
Dengan adanya perpustakaan, memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan setinggi-tingginya dan sedalam-dalamnya.
Perpustakaan dapat menunjang terciptanya situasi dan kondisi sosial yang sehat, sehingga secara umum akan mendukung pemgembangan modal dasar bagi proses pembangunan.






C. Upaya-upaya pengembangan perpustakaan pendidik
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan perpustakaan pendidik adalah :
Mendirikan perpustakaan khusus pendidik bagi sekolah-sekolah yang belum memilikinya.
Memanfaatkan perpustakaan sekolah yang telah ada.
Menambah atau memperbanyak koleksi buku-buku pendidikan dan pengajaran yang diperlukan oleh guru.
Bekerjasama dengan perpustakaan wilayah dalam pengelolaan perpustakaan maupun dalam pengadaan buku.
Bekerjasama dengan penerbit buku dalam upaya pengadaan buku-buku terbitan baru dengan wacana baru dan dengan harga yang lebih murah.
Mengalokasikan anggaran sekolah khusus untuk membeli buku-buku.
Melibatkan Depdiknas atau departemen lain yang terkait dalam pengelolaan perpustakaan, pengadaan buku maupun sumber dana untuk membeli buku.
Adanya kebijakan strategis dari pemerintah daerah yang bersifat mengikat agar semua sekolah memiliki perpustakaan pendidik.
Melakukan kerjasama dengan pihak-pihak swasta yang peduli pada pendidikan, seperti sampoerna foundation dan conocophilip dalam hal pengembangan perpustakaan dan pengadaan buku.
Simpulan
Melalui perpustakaan pendidik dapat membantu guru di daerah dalam meningkatkan kompetensi paedagogik dan profesionalnya sehingga diharapkan profesionalismenya dapat meningkat juga.
Pengembangan perpustakaan pendidik dapat terwujud dengan dilakukannya kerjasama antara pihak sekolah, pemerintah daerah melalui Dinas Diknas Kabupaten, dan pihak-pihak yang terkait (penerbit buku) maupun pihak-pihak swasta yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan.
Perpustakaan pendidik memiliki peran yang sangat besar bagi peningkatan profesionalisme guru di daerah. Tetapi bagaimanapun juga semua ini menjadi tidak berarti jika guru di daerah tidak memanfaatkannya sebagai tempat belajar untuk menimbah ilmu. Sejatinya guru yang profesional biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa.
Saran
Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Diknas Kabupaten untuk memberikan perhatian khusus mengenai perpustakaan pendidik.
Diharapkan kepada sekolah-sekolah yang belum memiliki perpustakaan pendidik agar dapat segera mendirikan perpustakaan tersebut.
Diharapkan pemerintah daerah melalui dinas Diknas Kabupaten untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait (penerbit buku), maupun pihak-pihak swasta yang peduli pada pendidikan dalam membantu perpustakaan pendidik tsb.
Diharapkan kepada para guru di daerah agar dapat memanfaatkan perpustakaan ini sebesar-besarnya untuk menimbah ilmu pengetahuan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme mereka.






















Daftar Pustaka


Drajat, 2006. Pikiran Rakyat. Peran dan Fungsi Perpustakaan
Effendi, Rusman.2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika sebagai
Bagian dari Upaya Penjaminan Mutu Pendidikan. Seminar Pendidikan di MGMP Matematika kota Palembang, 2 Desember 2006.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi ketiga.
Jakarta : Balai Pustaka.

M. Hasan, Ani.2006. Profesionalisme di Abad Pengetahuan, (online, http: // www.duniaguru.com/profesionalisme/prof_diabad_pengetahuan.htm, diakses 12 Desember 2006).

Madjid, Abdul. 2006. Suara Merdeka. Guru dan Problem Pendidikan.

Mustakim, Bagus.2005. Buku Untuk Guru Sarana Peningkatan Kualitas Pendidikan .(Online) (http: // www.sampoernafoundation.org/content/view/ diakses 10
Desember 2006).
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

_____ . Undang – Undang Guru dan Dosen ( UU RI No. 14 Tahun 2005).
Jakarta : Sinar Grafika. 2006
_____ . Undang – Undang SISDIKNAS 2003 (UU RI No. 20 TH.2003). Jakarta :
Sinar Grafika, 2003.
[1] Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika
di Program Studi Pendidikan Matematika PPS Unsri, pada tanggal 16 Januari 2007.
[2] Guru Matematika di SMA Negeri 1 Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.